Berita86INDO - Tak lama
setelah tangis pertama bayi laki-laki itu pecah pada Maret 1903, ia diberi
sebuah nama yang jadi penanda hari lahirnya: Wage.
Wage adalah nama hari ketiga
dalam sistem pancawara atau pasaran. Nama yang lumrah untuk orang Jawa, selain
Legi, Pahing, Pon, dan Kliwon.
Beberapa hari kemudian, sang
ayah, Sersan KNIL Djoemeno Senen Sastrosoehardjo menambahkannya nama belakang
Supratman. Juga pernyataan bahwa putra ketujuhnya itu lahir di tangsi Meester
Cornelis, sekarang Jatinegara, Jakarta.
Setelah ayahnya pensiun, bocah
itu ikut kakak perempuannya, Rukiyem Supratiyah van Eldik, ke Makassar pada
1914. Diangkat jadi anak. Rukiyem menikah dengan pria keturunan Belanda.
Di sanalah, ia mendapatkan
nama ketiganya, Rudolf. "Dengan tambahan nama itu, Supratman dapat masuk
Europese Lagere School (ELS) dan statusnya disamakan dengan Belanda
totok," demikian dikutip dari artikel yang dipublikasikan dalam Majalah
Senakatha edisi 17 Oktober 1993. "Jadi lengkaplah namanya Wage
Rudolf Supratman."
Belakangan, Supratman
diperintahkan keluar dari ELS setelah terkuak bahwa ia bukan keturunan Belanda
atau bangsa Eropa mana pun. Ia pun melanjutkan pendidikan di sekolah
berbahaya Melayu.
Selama di Makassar itu juga ia
berkenalan dengan musik. WR
Supratman belajar memainkan gitar dan biola. Kakak iparnya, van
Eldik, memberikan hadiah sebuah biola di ulang tahunnya ke-17 pada 1920.
Punya bakat, WR Supratman
lantas bergabung dengan kakak iparnya dalam band beraliran jazz, Black &
White. Hampir tiap malam mereka main di gedung Soecieteit Makassar.
Nama Meneer Supratman mendadak
sontak terkenal di kalangan gadis-gadis Indo yang terpesona dengan gesekan
biolanya.
Selain jadi pemusik, WR
Supratman pernah jadi guru, bahkan wartawan di sejumlah media di Bandung hingga
Batavia: Kaoem Muda, Biro Pers Alpena (Algeme Pers Nieus
Agency), hingga koran Sin Po--mendekatkannya dengan para
aktivis kemerdekaan.
Cita-cita 'Satu Nusa, Satu
Bangsa, Indonesia Raya' menggetarkan hati pemuda yang sakit-sakitan itu. Saat
itulah ia bertekad menggubah lagu untuk mengiringi perjuangan tersebut.
"Mas Tabrani, saya
terharu kepada semua pidato yang diucapkan dalam Kongres Pemuda Indonesia I.
Terutama pidato Mas Tabrani dan Sumarto. Citap-cita Satu Nusa, Satu Bangsa yang
digelari Indonesia Raya itu akan saya buat dan namanya Indonesia Raya,"
demikian yang disampaikan WR Supratman pada tokoh pemuda, M Tabrani.
Lagu itu kemudian diperdengarkan pada malam penutupan Kongres Pemuda II di Gedung Indonesich Clubgebow di Jalan Kramat Raya 106 pada 28 Oktober 1928. Hanya musik, tanpa teks.
Suasana senyap saat WR
Supratman memainkan biolanya. Selama lima menit itu semua orang terpaku. Ada
getar yang tak bisa diwakilkan dengan kata-kata saat mendengar iramanya.
Jelang akhir tahun 1928, Indonesia
Raya akhirnya dinyanyikan, masih dengan iringan biola WR Supratman. Lagu
itu lantas populer.
Di sisi lain, penjajah dari
Negeri Belanda tak senang. Terutama karena kata 'merdeka' yang diulang-ulang
dalam Indonesia Raya. Itu tindakan radikal, kata mereka. WR
Supratman pun dituduh menghasut.
Sejak itulah hidupnya tak
tenang. Gerak-geriknya diawasi. Ia merasa diintai seribu mata. WR Supratman
bahkan nyaris dilandrat gara-gara mencantumkan kata merdeka dalam lirik
lagunya. Polisi juga sempat memeriksanya.
"Ia jadi sering mengurung
diri bekerja dalam kamar yang sunyi," demikian dikutip dari buku Meluruskan
Sejarah dan Riwayat Hidup Pencipta Lagu Kebangsaan Republik Indonesiakarangan
Anthony C. Hutabarat.
WR Supratman tak pernah
menikmati kemerdekaan yang ia cita-citakan. Ia bahkan berpulang saat ibu
pertiwi dalam kondisi terjajah.
Hari itu 17 Agustus 1938,
tanggal yang sama dengan kemerdekaan RI tujuh tahun kemudian, ia mengembuskan
napas paripurna. WR Supratman dilaporkan meninggal dunia akibat batuk yang lama
diidapnya.
Tak banyak orang yang
mengantarnya ke pemakaman. Sosoknya nyaris terlupakan. Hanya sekitar 40 orang
yang melayat hingga liang lahad. WR Supratman dimakamkan secara Islam, dimandikan,
dan dibalut kain kafan.
Pada 1971, WR Supratman dianugerahi
gelar Pahlawan Nasional. Kemudian tanggal lahirnya, 9 Maret 1903 dijadikan Hari
Musik Nasional. Yang belakangan itu kemudian jadi polemik...



Tidak ada komentar:
Posting Komentar