Berita86INDO-Anak-anak
di Yaman tidak hanya harus tumbuh dengan melihat pemandangan peperangan.
Sebagian di antara mereka juga terjun langsung di dalamnya. Mereka ditipu,
dijual, dan dipaksa untuk angkat senjata.Ali
Hameed memandang foto putranya, Mohammad. Tatapan matanya penuh kerinduan.
Oktober tahun lalu Mohammad meninggalkan rumah mereka di selatan Kota Taiz,
Yaman. Remaja 15 tahun tersebut pergi ke Al Buqa'. Dia direkrut menjadi salah
seorang prajurit pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA).
Sejak itu, Mohammad tak pernah pulang atau memberi kabar.
''Ibunya
merasa hancur. Dia sudah menyerah. Saya harap dia menelepon dan memberi tahu
kami bahwa dirinya baik-baik saja. Hanya itu yang kami inginkan,'' ujarnya.Ali
ingin tahu apakah putra kesayangannya tersebut masih bernyawa ataukah sudah
tiada. Sayang, tak ada yang bisa memberinya informasi. Tempat bertanya pun
tiada. Yang bisa dilakukan Ali saat ini hanyalah berdoa. Semoga ada keajaiban.
Mohammad bisa kembali pulang.Nasib
hampir sama dialami Ahmad Al Naqib. Dia juga berangkat dengan rombongan yang
berbeda. Menurut dia, di Al Buqa' terdapat kamp untuk melatih anak-anak yang
berperang untuk pasukan koalisi. Ahmad mau pergi karena dijanjikan pekerjaan
dan uang yang lumayan banyak. Bukan untuk angkat senjata.
''Kami
diberi tahu akan bekerja di dapur dan digaji SAR 3.000 (Rp 11,37 juta). Kami
percaya dan masuk ke dalam bus,'' terang Ahmad saat diwawancarai Al Jazeera
akhir tahun lalu.Bagi
penduduk Yaman yang mayoritas hidup di bawah garis kemiskinan, tawaran itu luar
biasa menggiurkan. Kelompok yang merekrut biasanya beroperasi di
wilayah-wilayah miskin.Anak-anak tersebut lantas
diangkut bus dan diserahkan kepada kelompok perdagangan manusia di wilayah
perbatasan Yaman-Saudi. Setelah itu, mereka diserahkan kepada penyelundup lain yang
lebih besar di Al Wade'a. Mereka dibuatkan kartu identitas agar bisa
menyeberang ke Saudi dan dimasukkan ke kamp militer.Ahmad
tak mau bertempur. Dia berhasil melarikan diri dari kamp akhir tahun lalu.
Tapi, malang tak bisa ditolak. Januari lalu dia meninggal dengan kepala
tertembus peluru di dekat rumahnya.Salah
seorang perekrut prajurit anak yang diwawancarai Al Jazeera mengungkapkan bahwa
apa yang dilakukannya sudah biasa. Ada banyak prajurit anak di Yaman. Bagi
mereka, anak-anak itu tidak penting. Yang paling penting adalah apakah mereka
bisa membawa senjata dan jadi prajurit yang baik.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar